Berlangganan

Untukmu yang Terpisah Dariku dan Hidup Berbeda Kota. Bersabarlah, Jarak Ini Hanya Sementara

Rabu, 16 April, 2025




    “Kita bakal baik-baik aja ‘kan? Kalian nggak akanlupa kasih saya berita, ‘kan?”

    “Hai, Sayang. Kalian tadi makan apa? Tugas kampus udah beres? Mau video callsekarang nggak?”

    “Aku capek, pengen cerita. Coba ada kalian di sini…”

    “Sayang.”

    “Apa?”

    “Kangen.”



Terpisah berkilo-kilometer jauhnya sebab harus kehidupan tidak samakota, rutinitas yang kami miliki 180 derajat berlainandari pasangan-pasangan lainnya. Untukkita,tak ada kemegahan dalam wujudmakan bersama setiap malam, ataujalan-jalan mengeksplorasi letak baru diakhir pekan. Tidak ada pula kalimat sesederhana “Ke bioskop yuk?”, “Besok sibuk, nggak?” alias “Aku demam, nggak dapat keluar kamar. Boleh titip beliin makan siang?”

Jadwal pertemuan kami hanyasekalidalam berbagai bulan — itupun harus didahului rencana yang matang. Tidak boleh adajam temu yang percuma sebab peluang kami bertatap mukatak berjalan selamanya. Saya jaditerbiasa belajar mendisiplinkan diri. Ah, tidak sempat ada interaksi yang membikinku sehematini. Tiap pertemuan kami tentuperlu modal, yang tidak dapat kukumpulkan andaikan sembarangmenghabiskan uang.

Kedisiplinanku enggak masalah uang saja. Akan- padahal juga perkaramenyelesaikan tugascocok waktu supaya dapat meng-on-kan video call di ponselku serta puas berbicaradenganmu.Bagikita, sesi-sesi video call itu —serta deretanmessageWhatsApp kami — merupakan nyawa. Hal-hal yang begitu sepele bagi ribuanpasangan lainnya.

Akan padahal jujur, tidak selamanya saya dapat berpikir baik. Ada saat di manajarak membikinkucemburu, merisaukan utuhnya perasaanmu. Kadangmakin gampang bagiku untuk menyerah pada kondisi.Jika enggak sebab berbagai hal, bisa jadi saya tidak akan- sekuat sekarang.



Aku rutinmenyimpan rindu. Hampirapapun kulakukandemimenghabiskan makin lumayan banyak waktubersamamu.

maxresdefault1

    “LDR itu lumayan banyak positifnya, bebas, lobisa makin punya me-time.Ketimbang sama pacar semakin, nggak bosen?”

Tentu ituada benarnya: seusai kami kehidupan dikota yang tidak sama, saya mengalami “suasana baru”dalam hari-hariku. Tidak ada janji kencan kelak sore, artinya leluasa berkumpul dengan kawan-kawan hingga larut malam. Takwajib mengantarmu kemana-mana serta menantikanmu berbelanja, artinya waktu makin lumayan banyak untukku menyelamikegemaran yang sempat lama tidak kuurus lagi. Pada awalnya, suasana ini terbukticukup kunikmati.

Tapi“sisi positif” itu lelet laun terkikis rindu. Mana dapat saya berfokus pada kegemaran yang kutekuni andaikan makin darisekali, kau melintas di bayanganku? Saya pun rutin membayangkan: alangkah jauh makin menyenangkannya, andaikan kursi kosong di sampingku ditumpangitubuh mungilmu.

Faktanya saya rutin menyimpan rindu. Hampir apapun kulakukan — kau tahu — demi dapat membelanjakan makin lumayan banyak waktu bersamamu.




Ada berbagai hiburanku. Pesandarimu, besertagambar yang kau kirimkan setiap waktu
Rutin ada pesan manis darimu

Rutin ada pesan manis darimu

Tahukah kau apa yang membikinku tersenyum? Bangkit di pagi hari serta melihat lampu LED ponsel Lenovo-ku berkedip ungu. Tanpa memandangnya pun saya tahu, itupesan darimu.

    “Bangkit, dong.” Kadang pesanmusesingkat itu.

    “Heeeeey, banguuuun… ayo video call~~” Tapi kadang, ada pula pesan yang kau taburi emoji-emoji lucu.“Percuma punya HP keren gitu semisal nggak digunakan, Sayang.”

    “Kupakai maingame sama dengerin musik, kok. Keren, nggak pernahhang. Makasih ya, hahaha.”

    “Ah, anda. Nggak lucu ah… Saya kangen, tahu.”

Percakapan sesederhana itulah yang mampu menyulam senyum di wajahku. Oh, serta pasti saya tetap ingat: ponselku ini cendera mata darimu. Kau belikan sebab kau tidak konfidenponsel usangku dapat kupakai “melawan” jarak bersamamu.

    “Lucu yawujudnya? Tipis, gampang kamubawa kemana-mana,” kau terkesan ceria. Walau matamu sedikit sembab, bekas menangismalam sebelumnya. “Lenovo A6000. Saya belinya murah kok,hahahaha.”

    Diam-diamkucari harganya di internet. Satu juta tiga ratus ribu, temuku. Selevel sepersekian gajimu.

    “Jangan kamuilangin ya. Kelak saya kirim gambarku yang lumayan banyak, tidak boleh muntah!”

Pagi ini, adasebuah gambar yang menjadi pesan darimu. Tidak perlu waktu unduh sangat lama sebelum iamuncul di layarku. Gambar dirimu, jernih dengan warna yang kaya. Kau terkesan indah walau tanpa riasan apa-apa.

    Ah, alangkah kau rutin berusaha ceria. Alangkah kau rutin berhasil membikinku bertubi-tubi jatuh cinta.




Gimanapun, saya mestiberlapang dada. Ujian inimerupakan demimasa depan kami bersama
Ini hanya untuk sementara

Ini hanya untuk sementara

Semacam tadi saya mengaku: saya rutin rindu. Akan- padahal saya puntahu, enggak interaksi yang sehat namanya andaikan saya tidak punya bumi tidak hanya dirimu. Itulah yang rutin kuputar di rongga kepala setiap waktu: dalam hari-hari di mana saya merasa rinduku telah keterlaluan hebatnya. Paling tidak, saya masihpunya lumayan banyak faktor yang dapat kunikmati selama kau tidak ada di sini. Saya pun beruntung, dikelilingi kawan-kawan sejati.

    “Elah, seseorang diri semakin… Apa bedanya kamusama jomblo kayak kita?”

Aku tertawa saja mendengarkan lawakanmereka. (Hei, tidak boleh dikira saya tidak dapat lagi tertawa!) Kau pun pasti bahagia mendengarkan kondisiku relatifbaik-baik saja.Aku masihmakan dengan lahap, belajardengan giat, berkumpul dengankawan-kawan hingga lalai waktu serta mentari pagi yang mengingatkanku.

Perpisahan ini sementara. Kami lakukan demi era depan yang makin baik untuk berdua. Kau rutin mengatakan, “Aku“meninggalkanmu” enggak untuk berbahagia-bahagia sendiri.” Kau bekerja tanpa lelah, mengikuti ambisi. Saya punberusaha begitu: menyibukkandiri dalam proyek-proyek pribadiserta kegemaran supaya setiap waktuku di sini tidak terbuang tanpa arti.




Setiap saya ingin berjumpa, kubuka ponselkudan kau akan- ada di sana. Mekonfidenkanku sebenarnya kami takkan bertekuk lutut pada jarak yang menganga
Apa jadinya andaikan saya harus mentransfer surat setiap rindu?

Apa jadinya andaikan saya harus mentransfer surat setiap rindu?

Setiap rinduku membumbung serta kurasa saya takkan dapat menahannya lagi, saya akan- membuka layar ponselku serta di situlah kutemukan dirimu. Kau tersenyum menyapa. Dengan senyummu yang ceria, kau mekonfidenkanku semua baik-baik saja.

    Kadang saya bertanya sendiri: gimanabisa person zamandulumelewati interaksi jarak jauh mereka? Saya tetap beruntung sebab hanya tinggal meraihponselku andaikan rasa rindu mengawali dengan liar. Sedangkan mereka, apa yangbisa diandalkan jikakeinginan melepasrindumembakar?




Berjanjilah untuk rutin konfiden.Jarak inibukan apa-apa dipadankan masayang telah menunggu kami berdua
Ini hanya sementara. Sebentar, saja

Ini hanya sementara. Sebentar, saja

Beratnya hari-hari yang kami lalui saat inibukannya tanpa balasannya. Andaikita berlapang dada — sedikit lagi saja — pengabdian kami sekarangtak akan- sia-sia. Saya berjanji; serta mudah-mudahan kau memercayainya.

Ingatkah saat saya dulu pertama-tama memintamu menjadi yang ada dalam doaku? Hingga sekarang, saya tidak sempat merasa salah telah memilihmu. Kau yang baik hati serta setia. Kau yang segenap hati mengikuti impian, kau yangrutin ceria. Kau yang membikinku menjadi akuyang seutuhnya.

Jarak kami kini enggak apa-apa dipadankan era depan yang kami punya bersama. Sebelum sangat lama, kami akan- berjumpa lagi. Serta ada saatnya nanti, di era yang akan- datang,aku tidur tidak lagi dikawani Lenovo pemberianmu, akan- padahal hangatnya tubuhmu. Kami tidak akan- melafalkan selamat tinggal — hanya selamat malam.

Sebelum waktuitu tiba, kami harus bahagiadengan apa yang ada. Untuk sekarang, lumayan puas dulu dengan ponseldi tangan sertadoa yang terapal, ya?



Dariku,

Yang setiap pagimenanti pesan baru darimu
Untukmu yang Terpisah Dariku dan Hidup Berbeda Kota. Bersabarlah, Jarak Ini Hanya Sementara