Berlangganan

Benarkah Simpati Manusia Tidak Ada Kuota Maksimalnya? Kamu Tak Harus Memilih Antara Paris Atau Palestina





    “Giliran Paris aja yang kena, pada latah berdoa semua. Mana doa buat Suriah? Mana buat Palestina?”

Membuka Facebook serta Path kemarin (Jumat, 14 November 2015) rasanya sama sejenis masuk ruang pengadilan tanpa hakim Yang Mulia. Hanya ada jaksa serta pengacara, yang berdebat tidak peduli undang-undang tata acara. Tema debatnya apa lagi semisal enggak aksi penembakan serta letusan yang membunuh lebih dari 120 person di Paris, 13 November 2015 waktu setempat.Kata“Palestina” serta “Lebanon” sesekali tersebut oleh mereka yang berdebat.

    “Mengapa giliran Barat yang diserang, semua pada heboh? Yang begini terjadi di Palestina sama Suriah, mengapa nggak ada yang komentar?”

Bahkan ada pula — pasti tidak semuanya, tapi ada — yang hingga tidak mau bersimpati untuk korban yang berguguran di Paris.Padahal simpati orang-orang tidak ada jatah maksimalnya. Apa iya kami harus memilih mau bersimpati ke mana: Paris,Beirut, Baghdad, alias Palestina?


Mungkin perhatian bumi tidak seimbang. Tapi “tak ada alat-alat yang meliput Palestina” serta “kalian gak peduli” merupakan tudingan tidak berdasar.
Masih ingat gambar ini? Yang memungut gambargrafer alat-alat Barat, lho.

Masih ingat gambar pemakaman 2 bocah Palestina ini? Yang memungut gambargrafer alat-alat Barat, lho. melalui www.theguardian.com

Ketika agresi di Paris langsung menjadi trending topic di Twitter sementara agresi di Beirut sehari sebelumnya tidak menerima perhatian yang sama cepatnya, kami terbukti patut bertanya-tanya. Tatkala penembakan di Kenya yang terjadi tujuh bulan yang lalubaru trending hari ini, kami terbukti layakmenaikkan alis. Tapi apakah benar alat-alat [Barat] tidak peduli pada agresi ini sama sekali, danorang-orangyang bersimpati pada Paris lalu menggantigambar profil mereka menjadi bendera Prancistidak peduli pada Suriah serta Palestina?

Saya tetap ingat medio tahun 2013, tatkala isu hegemoni humanisme di Suriah sedang tinggi-tingginya, di kabar internasional setiap hari — setiap hari — ada kabar soal Damaskus. Aku pun tetap ingat tatkala agresi Israel ke Gaza di tahun 2014 terjadi, alat-alat semua bumi (Barat alias Timur, beroplah lumayan kecil alias besar, beraliran kiri alias kanan) memkabarkannya. Suriah serta Palestina merupakan isu besar di bumi politik internasional — gimana bisa jadi mereka luput dari pemkabaran? Bahkan selain pemkabaran di alat-alat saja, di kelompok BBM serta Whatsapp pun orang-orang berinisiatif menghimpunkan sumbangan untuk Suriah serta Palestina. Ini tergolong orang-orang yang lalu menggantigambar profil mereka sehingga bendera tricolor Prancis.

Hari Jumat kemarin, Parislah yang menjadi sasaran agresi teror terkoordinasi. 129 roh hilang sekaligus. Apa lantas kami membiarkannya saja sebab ini tidak terjadi di Timur Tengah? Apakah simpati terhadap Paris harus banget dijawab dengan “Mana bunyimu yang bersimpati pada Palestina? Mana bunyimu yang membela masyarakat sipil Suriah?”

Bersimpati tidak harus memilih, bukan? Apa orang-orang yang berkomentar sejenis ini rela, saat sedang berkomentar membela Suriah serta Palestina dengan spirit penuh renjananya, tahu-tahu ada kawannya yang berceletuk:“Mengapa sih lo ribut amat soal Palestina? Tuh lihat di Papua tetap lumayan banyak yang dilanggar HAM-nya. Bunyi lo di mana?”



Dan tidak boleh anggap teror yang menimpa Paris hanya soal person Barat kulit putih saja. Pengungsi & imigran di Eropa — bahkan warga Timur Tengah juga —sangat mungkinkena getahnya
Pengungsi Suriah di kamp pengungsi Calais, Prancis.

Pengungsi Suriah di kamp pengungsi Calais, Prancis. melalui qz.com

Masih ingat petaka 9/11?Waktu itu umur kami tetap lumayan kecil sekali, tidak sedikit dari kami tetap duduk di bangku SD/SMP. Tapi bisa jadi kalian juga ingat Islamofobia yang naik drastis seusai fenomena itu. Amerika menyerbu Afghanistan sebagai respons atas 9/11. Dua tahun kemudian, mereka menginvasi Irak.

Apa yang terjadi di Paris bisa jadi saja membikin horor ini kembali. Pemerintah negara-negara rekan-rekan Uni Eropa melepaskan hak-hak individu warganya serta menjadi negara polisi. Perbatasan ditutup agar tidak ada pengungsi yang hadir dari Timur Tengah lagi. Sementara itu, angka pembedaan serta kekerasan rasialis berkembang tajam. Usaha asimilasi para imigran akanselebih terpentok kebatalan. Bukankah ini yang namanya mengerikan?

Ternyata, kawan-kawan yang menyebutkan simpatipada Paris selain berdoa untuk korban-korban yang berguguran di agresi teror hari ini. Mereka juga berdoa mudah-mudahan agresi ini tidak selebih menguatkan sentimen anti-Islam serta anti-imigran di Eropa serta bumi Barat pada umumnya.

    One crucial step to keeping Europe safe: halt and repatriate the Middle Eastern mass migration of the past 2 years, not because

    David Frum (@davidfrum) November 14, 2015

(Ini merupakan satu dari sekian tweet dari editor alat-alat tenar Amerika, The Atlantic, serta satu dari sekian dari ribuan seruan di alat-alat sosial yang menyerukan agar Eropa mengeluarkan ratusan ribu imigran serta pengungsi asal Timur Tengah dari benua itu)


Tak usahlah bersikap seolah simpati orang-orang ada batasnya. Silakan berdoauntuk Paris, Beirut, Damaskus, Gaza, Papua serta semua dunia.
Pray for the world
Benarkah Simpati Manusia Tidak Ada Kuota Maksimalnya? Kamu Tak Harus Memilih Antara Paris Atau Palestina


Pray for the world melalui Twitter.com

Bersimpati saja, mengapa harus gunakan rebutan serta nyinyir-nyinyiran? Kami semua telah dewasa, ‘kan? Sehingga tidak usahlah bersikap seolah simpati orang-orang ada batasnya. Silakan berdoauntuk Paris, Beirut, Damaskus, Gaza, Papua — silakan berdoa untuk semua dunia.